No Differences Here!!

Please leave your social status before enter here!!!

Senin, 24 Januari 2011

KELIMPAHAN, SEBARAN DAN KOMPOSISI PLANKTON DI PERAIRAN PULAU NUSALAUT


KELIMPAHAN, SEBARAN DAN KOMPOSISI PLANKTON DI PERAIRAN PULAU NUSALAUT

Oleh :
Sem Likumahua*
Hanung Agus Mulyadi
Salomy Hehakaya
*sem08.lipi@gmail.com
UPT - BALAI KONSERVASI BIOTA LAUT LIPI AMBON


Sebagai produsen utama, plankton memegang peranan penting dalam jaringan makanan di semua perairan baik perairan pantai maupun lepas pantai. Plankton yang umumnya dikenal umumnya terbagi atas fitoplankton dan zooplankton yang merupakan dasar awal dari semua jaringan makanan, dapat langsung dimanfaatkan oleh biota-biota yang hidup di perairan. Fitoplankton berperan sebagai pembuat makanan, dimanfaatkan oleh zooplankton dan selanjutnya zooplankton dimakan oleh ikan-ikan kecil sebagai konsumen berikutnya. Fitoplankton diatom adalah komponen kunci dari ekosistem akuatik yang sangat berperan dalam jarring makanan (Lamberti,1996).
Pulau Nusalaut terletak langsung berhadapan dengan Laut Banda berpotensi menyimpan berbagai kekayaan biota yang memiliki keragaman yang tinggi. Biota-biota perairan akan mampu bertahan bila lingkungan memiliki potensi ketersediaan makanan yang melimpah dan kondisi perairan yang bersih dan tidak tercemar. Adanya aktiftas manusia di darat dapat memberikan sumbangan polutan yang besar bagi perairan disekitar pulau Ambelau, baik berupa limbah rumah tangga maupun run-off yang terbawa air sungai pada musim hujan.
Telah banyak penelitian yang sudah dilakukan di perairan Laut Banda, Arafura dan sekitar gugus kepulauan Kai, Aru dan Tanimbar, namun informasi untuk perairan sekitar Pulau Nusalaut sama sekali belum ada teristimewa tentang Plankton dan kondisi Hidrologisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi awal  tentang kondisi plankton disekitar Pulau Nusalaut, sebagai bio-indikator kesuburan perairan.

Sampling plankton (fitoplankton dan zooplankton) dilakukan secara vertikal dari kedalaman 25 meter. Contoh fitoplankton diambil dengan menggunakan jaring KITAHARA yang telah dimodifikasi (diameter mulut 30 cm, panjang 120 cm dan ukuran mata jaring 0,11 mm), sementara untuk pengumpulan contoh zooplankton digunakan jaring NORPAC (diameter mulut 45 cm, panjang 180 cm dan ukuran mata jaring 0,33 mm). Contoh-contoh plankton yang terkumpul kemudian disimpan dalam botol sampel yang telah diberi formalin 4% yang sudah dinetralkan dengan borax. Analisa contoh dilakukan dengan metode yang dianjurkan WICKSTEAD (1965).
Identifikasi contoh plankton dilakukan dengan menggunakan mikroskop binokuler dan bantuan pustaka YAMAJI (1966), ALLEN and CUPP (1935) serta HUTABARAT dan EVANS (1986). Jumlah sel fitoplankton kemudian dicacah dan dinyatakan dalam sel/m3, sedangkan indifidu zooplankton dinyatakan dalam individu/m3

A. Kelimpahan, Sebaran dan Komposisi Fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Nusalaut secara keseluruhan pada pengamatan ini berkisar antara 0,03.106 sel/m3 – 9,42.106 sel/m3, dimana kelimpahan tertinggi tercatat di station 5 terendah di stasiun 7. Dari 12 stasiun yang tersebar disekeliling Pulau Nusalaut yang ditetapkan, hanya dapat dilakukan sampling pada 8 stasiun karena kondisi perairan yang tidak baik. Tiupan angin yang kencang mengakibatkan arus dan gelombang besar disertai hujan lebat mengakibatkan tidak terambilnya sampel pada 4 stasiun yang jaraknya cukup jauh dari garis pantai. Berdasarkan data sebaran fitoplankton secara kuantitatif dapat diketahui bahwa kelimpahan fitoplankton yang tinggi hanya di jumpai pada stasiun 7 yang bias terjadi akibat turbulensi atau pergerakan masa air yang besar, yang membawa plankton berkumpul pada tempat tertentu. Hal ini dapat saja mengakibatkan pada tempat-tempat lain terdapat kelimpahan yang rendah, selain tentunya hara. Peristiwa grazing oleh zooplankton dan consumer filter feeders juga dapat menyebabkan penurunan kelimpahan fitoplankton. Secara keseluruhan data yang di peroleh menunjukan bahwa perairan di sekitar Pulau Nusalaut ini tergolong tidak terlalu subur pada saat dilakukan penelitian dilihat dari kelimpahan kandungan fitoplanktonnya.

Secara taksonomik, komposisi fitoplankton pada perairan Pulau Nusalaut terdapat 30 genus yang berasal dari 15 famili, 7 ordo dan 2 kelas. Dari 30 genus tersebut diantaranya teracatat 21 genus Diatom, 8 genus Dinoflagelata dan 1 genus Cyanobacteria.  Diatom merupakan kelompok yang paling dominan sebagai penyusun fitoplankton dengan presentase kehadiran adalah 70 % dari total genus yang ditemukan (Gambar 1). Marga fitoplankton yang tergolong dominan di perairan Pulau Ambelau dengan frekuensi kehadiran yang tinggi adalah Chaetoceros, Rhizosolenia, Nitzschia, Coscinodiscus, Bakteriastrum, Thalasionema dari kelompok Diatom, Ceratium dari kelompok Dinoflagelata dan Trichodesmium dari kelompok Cyanobacteria.
Kecepatan  pembelahan sel diatom sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan jenis diatomnya. Menurut beberapa ahli diatom dapat membelah antara 10 – 12 jam, adapula 18 – 36 sampai dengan 24 – 48 jam, namun para pakar sependapat bahwa pembelaan sel diatom perairan tropis dapat lebih cepat. Jenis umum diatom yang dijumpai diperairan lepas pantai Indonesia antara lain adalah Chaetoceros sp., Rhizosolenia sp., Thalassiothrix sp. dan Bakteriastrum sp. (Arianardi et.al 1996). Hasil pengamatan plankton pada program inventariasi 2007, pada umumnya menjumpai fitoplankton marga Rhizosolenia, Chaetoeceros, Nitzschia, Thalasionema dalam kelimpahan yang tinggi, dan frekuensi kehadiran yang mencapai 100%. Hal serupa juga di temukan pada penelitian plankton di Perairan Ambelau 2008. Yusuf (1998) mengamati fitoplankton di perairan selat Sele (Papua Barat) dan mendapatkan diatom marga Rhizosolenia, Chaetoceros, Nitzschia, Ceratium dan Bacillaria predominan.
 Pada saat kegiatan penelitian ini dilakukan, tercatat adanya jenis fitoplankton yang dapat menyebabkan HAB seperti Trichodesmium yang tidak mengalami pertumbuhan yang lebat atau blooming. Tercatat presentase kehadiran Trichodesmium mencapai 80 % dari jumlah station pengamatan. Trichodesmium merupakan salah satu jenis blue-green algae yang dapat hidup di perairan yang miskin akan zat hara. Hasil pengamatan plankton di perairan Pulau Misol dan Seram Bagian Timur tahun 2007 juga menjumpai fitoplankton Trichodesmium erythraeum dalam jumlah yang relatif tinggi.

B. Kelimpahan, Sebaran dan Komposisi Zooplankton
Berdasarkan hasil identifikasi zooplankton, berhasil diidentifikasi 53 taksa (hampir semuanya genus) beberapa diantaranya merupakan kelompok  zooplankton yang predominan. Kelompok zooplankton yang predominan yaitu Copepoda, Urochordata, dan meroplankton.
Copepoda merupakan kelompok zooplankton yang predominan dengan prosentase paling tinggi mencapai 78.28%, rata-rata 67.44%; diikuti urochordata 24.77%, rata-rata 13.42%, dan meroplankton dengan prosentase mencapai 24.69%, dengan rata-rata 11.65%. Acartia, Paracalanus, Corycaeus, Onchaea, larva Copepoda, larva Decapoda, larva Echinodermata dan telur ikan banyak terdapat disemua stasiun pengambilan contoh. Beberapa taksa keberadaannya teridentifikasi hanya pada stasiun tertentu saja, misalnya Macrosetella, Oikopleura, Tortunus, dan Thalia  hanya terdapat di stasiun 10.
Chaetognatha merupakan kelompok zooplankton yang menarik, dimana Chaetognatha terdapat di semua stasiun pengambilan contoh, meski prosentase kelimpahan rata-ratanya rendah yaitu 2.29% . Sagita dan Fritillaria terdapat pada hampir disemua stasiun,  Krohnitta dan Eukrohnia hanya terdapat di stasiun 11, dan stasiun 12.
 Kelimpahan zooplankton tertinggi terdapat pada stasiun 5 dengan kelimpahan mencapai 6944 ind/m3 , diikuti stasiun 1 dengan kelimpahan 5544 ind/m3, dan paling rendah stasiun 12 dengan kelimpahan 2280 ind/m3. Tingginya kelimpahan zooplankton di stasiun 5 dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah tingkat kesuburan perairan yang tinggi, dimana kandungan fosfat dan nitrat sebagai salah satu indikator tingkat kesuburan perairan. Tingginya tingkat kesuburan perairan dapat memicu tingginya pertumbuhan fitoplankton yang akan dimanfaatkan oleh zooplankton dan pada akhirnya memicu kelimpahan zooplankton yang tinggi.
Zooplankton dari genus Acartia, Eucalanus, Oncaea, Corycaeus, Larvacea, terdapat dalam jumlah yang banyak pada stasiun 5 (Tabel 3.).  Terlihat bahwa Eucalanus merupakan zooplankton dengan kelimpahan tertinggi mencapai 2184 ind/m­­3, dan mencapai prosentase 31.45% dari kelimpahan total zooplankton di stasiun 5.
Thaliacea dan Larvacea yang termasuk dalam Urochordata merupakan zooplankton yang predominan di perairan Nusalaut. Prosentase rata-rata mencapai 13.42%, menempati urutan tertinggi kedua setelah Copepoda dengan prosentase tertinggi 24.77% di stasiun 7. Urochordata ditemukan hampir disemua stasiun, kecuali pada stasiun 10 dan 11.
Meroplankton yang merupakan kelompok zooplankton yang penting, dimana organisme ini hanya bersifat sementara sebagai plankton. Kelompok meroplankton di perairan Nusalaut terdiri dari larva Palaemonidae, larva Decapoda, larva Echinodermata, larva Gastropoda, larva Bivalvia, larva annelida, dan larva ikan. Di Perairan Nusalaut, meroplankton terdapat disemua stasiun pengambilan contoh dengan prosentase rata-rata mencapai 11.65%, dimana presentase tertinggi di stasiun 10 mencapai 24.69%, diikuti stasiun 12 yang mencapai prosentase 24.56%. Larva ini pada fase berikutnya akan menjadi organisme dewasa.


PUSTAKA
Anonymous. 2007. Laporan Akhir Invetarisasi Sumberdaya Wilayah Pesisir di Perairan Seram Utara dan Sekitarnya. Dalam Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. UPT-Balai Konservasi Biota Laut, P2O, LIPI-Ambon
Arinardi, O.H, Trimaningsih, H.R. Sumijo, E. Asnaryanti. 1996. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Tengah Indonesia. PUSLITBANG Oseanologi LIPI, Jakarta.
Allen,  W.E. and E.E. Cupp. 1935. Plankton Diatoms of the Java Sea. Ann.du Jard.Bot.Buitenzorg XLIV(2): 1-174.
Hutabarat, S. and S.M. Evans. 1986. Kunci Identifikasi Zooplankton. Universitas Indonesia, Jakarta.
Lamberti, G.A. 1996. The role of periphyton in benthic food webs. In: Stevenson, R.J., Bothwell, M., Lowe, R.L. (Eds.), Algal Ecology: Freshwater Benthic Ecosystem. Academic Prees, San Diego, CA, pp. 533-572
Mulyadi. 2004. Calanoid Copepods in Indonesian waters. Research center for Biology-Indonesia Institute of Science Bogor. 198hal.
Omori, M.,& Ikeda, T. 1984. Methods in Marine Zooplankton Ecology. John Wiley&Sons. 332hal.
Smith, B. 1977. A Guide to Marine Coastal Plankton and Marine Invertebrate Larvae. Department of Biology West Valley Comumunity Collage. 151hal.
Wickstead, J.H. 1965. An Introduction to study of tropical plankton. Hutchinson Tropical Monographs, London : 160 p.
Yamaji, I. 1966. Illustrated of the marine plankton of Japan. Hoikusha, Osaka, Japan : 369 pp.
Yusuf, S.A. 1998. Fitoplankton di perairan Selat Sele, Irian Jaya. Makalah dalam Seminar Nasional Kelautan KTI, Unjung Pandang 24-27 Juni 1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar